Rabu, 27 Oktober 2010

Pendidikan Pancasila


BAB 1
PENDAHULUAN


1.1.        Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukkan pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia menurut ukuran normatif. Menyadari akan hal tersebut, pemerintah sangat serius menangani bidang pendidikan, sebab dengan sistem pendidikan yang baik diharapkan muncul generasi penerus bangsa yang berkualitas dan mampu menyesuaikan diri untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Reformasi pendidikan merupakan respon terhadap perkembangan tuntutan global sebagai suatu upaya untuk mengadaptasikan sistem pendidikan yang mampu mengembangkan sumber daya manusia untuk memenuhi tuntutan zaman yang sedang berkembang. Melalui reformasi pendidikan, pendidikan harus berwawasan masa depan yang memberikan jaminan bagi perwujudan hak-hak azasi manusia untuk mengembangkan seluruh potensi dan prestasinya secara optimal guna kesejahteraan hidup di masa depan.
Pendidikan pada dasarnya juga merupakan suatu usaha pengembangan sumber daya manusia ( SDM ), walaupun usaha pengembangan SDM tidak hanya dilakukan melalui pendidikan khususnya pendidikan formal ( sekolah ). Tetapi sampai detik ini, pendidikan masih dipandang sebagai sarana dan wahana utama untuk pengembangan SDM yang dilakukan dengan sistematis, programatis, dan berjenjang. Dalam konteks inilah pendidikan terasa semakin dituntut peranannya, khususnya dalam Program Jangka Panjang ( PJP ) II untuk dapat menghasilkan manusia Indonesia berkualitas yang dapat memainkan peranannya sesuai dengan parameter yang tercantum dalam GBHN.
Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999).
Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia. Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia.
Memasuki abad ke- 21 dunia pendidikan di Indonesia menjadi heboh. Kehebohan tersebut bukan disebabkan oleh kehebatan mutu pendidikan nasional tetapi lebih banyak disebabkan karena kesadaran akan bahaya keterbelakangan pendidikan di Indonesia. Perasan ini disebabkan karena beberapa hal yang mendasar. Salah satunya adalah memasuki abad ke- 21 gelombang globalisasi dirasakan kuat dan terbuka. Kemajaun teknologi dan perubahan yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di tengah-tengah dunia yang baru, dunia terbuka sehingga orang bebas membandingkan kehidupan dengan negara lain.
Yang kita rasakan sekarang adalah adanya ketertinggalan didalam mutu pendidikan. Baik pendidikan formal maupun informal. Dan hasil itu diperoleh setelah kita membandingkannya dengan negara lain. Pendidikan memang telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia untuk pembangunan bangsa. Oleh karena itu, kita seharusnya dapat meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang tidak kalah bersaing dengan sumber daya manusia di negara-negara lain. Setelah kita amati, nampak jelas bahwa masalah yang serius dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan di berbagai jenjang pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal. Dan hal itulah yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan yang menghambat penyediaan sumber daya menusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi pembangunan bangsa di berbagai bidang.
Kualitas pendidikan Indonesia yang rendah itu juga ditunjukkan data Balitbang (2003) bahwa dari 146.052 SD di Indonesia ternyata hanya delapan sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program (PYP). Dari 20.918 SMP di Indonesia ternyata juga hanya delapan sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Middle Years Program (MYP) dan dari 8.036 SMA ternyata hanya tujuh sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Diploma Program (DP).
Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain adalah masalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran. Hal tersebut masih menjadi masalah pendidikan di Indonesia pada umumnya. Adapun permasalahan khusus dalam dunia pendidikan yaitu:
a)   Rendahnya sarana fisik,
b)    Rendahnya kualitas guru,
c)     Rendahnya kesejahteraan guru,
d)   Rendahnya prestasi siswa,
e)   Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan,
f)     Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan,
g)    Mahalnya biaya pendidikan.







BAB 2
ISI

2.1           Definisi Pendidikan

A.   Pengertian Pendidikan
Dengan perkembangan zaman di dunia pendidikan yang terus berubah dengan signifikan sehingga banyak merubah pola pikir  pendidik, dari pola pikir yang awam dan kaku menjadi lebih moderan. Hal tersebut sangat berpengaruh dalam kemajuan pendidikan di Indonesia. Menyikapi hal tersebut pakar-pakar pendidikan mengkritisi dengan cara mengungkapkan konsep dan teori pendidikan yang sebenarnya untuk mencapai tujuan pendidikan yang sesungguhnya.
Kamus Bahasa Indonesia, 1991:232, Pendidikan berasal dari kata "didik", Lalu kata ini mendapat awalan kata "me" sehingga menjadi "mendidik" artinya memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntutan dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.
Menurut bahasa Yunani : pendidikan berasal dari kata "Pedagogi" yaitu kata "paid" artinya "anak" sedangkan "agogos" yang artinya membimbing "sehingga " pedagogi" dapat di artikan sebagai "ilmu dan seni mengajar anak".
Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Wikipedia,  Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Dari pernyataan diatas dapat di tarik kesimpulan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya supaya memiliki kekuatan spiritual keagamaan, emosional, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

B.   Batasan Pendidikan
Batasan tentang pendidikan yang dibuat oleh para ahli beraneka ragam, dan kandungannya berbeda yang satu dari yang lain. Perbedaan tersebut mungkin karena orientasinya, konsep dasar yang digunakan, aspek yang menjadi tekanan, atau karena falsafah yang melandasinya.
a.  Pendidikan sebagai Proses transformasi Budaya
Sebagai proses transformasi budaya, pendidikan diartikan sebagai kegiatan pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi yang lain. Nilai-nilai budaya tersebut mengalami proses transformasi dari generasi tua ke generasi muda. Ada tiga bentuk transformasi yaitu nilai-nilai yang masih cocok diteruskan misalnya nilai-nilai kejujuran, rasa tanggung jawab, dan lain-lain.
b.  Pendidikan sebagai Proses Pembentukan Pribadi
Sebagai proses pembentukan pribadi, pendidikan diartikan sebagi suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta didik. Proses pembentukan pribadi melalui 2 sasaran yaitu pembentukan pribadi bagi mereka yang belum dewasa oleh mereka yang sudah dewasa dan bagi mereka yang sudah dewasa atas usaha sendiri.
c.  Pendidikan sebagai Proses Penyiapan Warganegara
Pendidikan sebagai penyiapan warganegara diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk membekali peserta didik agar menjadi warga negara yang baik.
d.  Pendidikan sebagai Penyiapan Tenaga Kerja
Pendidikan sebagai penyimpana tenaga kerja diartikan sebagai kegiatan membimbing peserta didik sehingga memiliki bekal dasar utuk bekerja. Pembekalan dasar berupa pembentukan sikap, pengetahuan, dan keterampilan kerja pada calon luaran. Ini menjadi misi penting dari pendidikan karena bekerja menjadi kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia.
e.  Definisi Pendidikan Menurut GBHN
GBHN 1988(BP 7 pusat, 1990: 105) memberikan batasan tentang pendidikan nasional sebagai berikut: pendidikan nasiaonal yang berakar pada kebudayaan bangsa indonesia dan berdasarkan pancasila serta Undang-Undang Dasar 1945 diarahkan untuk memingkatkan kecerdasan serta dapat memenuhi kebutuhan pembangunan nasional dan bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.

C.   Jenjang Pendidikan
Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan.

1.   PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

Mengacu Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 1 Butir 14 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak  memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan salah satu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun, yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
v  Dasar Pemikiran
Pendidikan Anak Usia Dini sangat penting diberikan mengingat :
§  Dalam dimensi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah penentu kehidupan pada masa mendatang. Di tangan merekalah perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara berada. Pembentukan karakter bangsa dan kehandalan sumber daya manusia ditentukan oleh bagaimana memberikan perlakuan yang tepat kepada mereka sedini mungkin
§  Usia dari kelahiran hingga enam tahun merupakan usia kritis bagi perkembangan semua anak, tanpa memandang suku atau budaya mana anak itu berasal. Stimulasi yang diberikan pada usia ini akan mempengaruhi laju pertumbuhan dan perkembangan anak serta sikap dan perilaku sepanjang rentang kehidupannya.
§  Penelitian menunjukan bahwa sejak lahir anak memiliki kurang lebih 100 miliar sel otak. Sel-sel syaraf ini harus rutin distimulasi dan didayagunakan agar terus berkembang jumlahnya. Jika tidak, jumlah sel tersebut akan semakin berkurang yang berdampak pada pengikisan segenap potensi kecerdasan anak.
v   
v  Tujuan PAUD
adalah membantu mengembangkan seluruh potensi dan kemampuan fisik, intelektual, emosional, moral dan agama secara optimal dalam lingkungan pendidikan yang kondusif, demokratis dan kompetitif, serta untuk membentuk anak Indonesia yang berkualitas, dimana anak akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan di masa dewasanya. Hasil yang diharapkan dari PAUD adalah anak mendapatkan rangsangan dan kesempatan serta peluang yang besar untuk mengembangkan potensi sepenuhnya. Anak yang merupakan subyek sentral memiliki bakat, minat dan potensi yang tidak terbatas untuk dikembangkan oleh pihak-pihak yang bertanggungjawab terhadapnya di dalam suasana penuh kasih sayang, aman, terpenuhi kebutuhan dasarnya, dan kaya stimulasi.
v  Landasan PAUD
ü  LANDASAN YURIDIS
1)    Pembukaan UUD 1945 ; ‘Salah satu tujuan kemerdekaan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.’
2)    Amandemen UUD 1945 pasal 28 C
’Setiap anak berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.’

3)    UU No. 23/2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal 9 ayat (1)
’Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minta dan bakat.’
4)  UU No 20/2003 pasal 28
a.   Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar.
b.   Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, non formal, dan/atau informal.
c.    Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-Kanak (TK), Raudhatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat.
d.   Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan non formal berbentuk kelompok bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat.
e.   Pendidikan anak usia dini pada jalur informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.

ü  LANDASAN EMPIRIS

Berdasarkan sensus penduduk tahun 2002, diperkirakan jumlah anak usia dini (0 – 6 tahun) di Indonesia adalah 26,17 juta jiwa. Dari 13,50 juta anak usia 0 -3 tahun yang terlayani melalui layanan Bina Keluarga Balita (BKB) sekitar 2,53 juta (18,74%). Sedangkan untuk anak usia 4 – 6 tahun dengan jumlah 12,67 juta, yang terlayani melalui Taman kanak-kanak (TK), Raudhatul Athfal (RA), Kelompok Bermain, dan Penitipan Anak sebanyak 4,63 juta (36,54%). Artinya baru sekitar 7,16 juta (27,36%) anak yang teerlayani PAUD melalui berbagai program PAUD, sehingga dapat disimpulkan masih terdapat sekitar 19,01 juta (72,64%) anak usia dini yang belum terlayani PAUD. Rendahnya tingkat partisipasi anak mengikuti pendidikan anak usia dini berdampak pada rendahnya kualitas sumber daya manusia Indonesia. Menurut laporan UNDP tentang Human Development Index (HDI) pada tahun 2002 Indonesia menempati peringkat 110 dari 173 negara, jauh di bawah Negara ASEAN lainnya seperti Malaysia (59), Philipina (77), Thailand (70), bahkan peringkat Indonesia berada di bawah Vietnam, sebuah Negara yang baru bangkit dari porak poranda akibat perang berkepanjangan.

ü  PIHAK-PIHAK YANG BERPERAN DALAM PAUD

Pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaan pendidikan anak usia dini adalah pemerintah (negara), masyarakat dan keluarga.

Ø  Keluarga adalah institusi pertama yang melakukan pendidikan dan pembinaan terhadap anak (generasi). Disanalah pertama kali dasar?dasar kepribadian anak dibangun. Demikian pula dengan pengajaran perilaku dan budi pekerti anak yang didapatkan dari sikap keseharian orangtua ketika bergaul dengan mereka. Bagaimana ia diajarkan untuk memilih kalimat?kalimat yang baik, sikap sopan santun, kasih sayang terhadap saudara dan orang lain. Mereka diajarkan untuk memilih cara yang benar ketika memenuhi kebutuhan hidup dan memilih barang halal yang akan mereka gunakan. Kesimpulannya, potensi dasar untuk membentuk generasi berkualitas dipersiapkan oleh keluarga.

Ø  Masyarakat yang menjadi lingkungan anak menjalani aktivitas sosialnya mempunyai peran yang besar dalam mempengaruhi baik buruknya proses pendidikan, karena anak satu bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat. Interaksi dalam lingkungan ini sangat diperlukan dan berpengaruh dalam pertumbuhan dan perkembangan anak, baik secara fisik maupun biologis. Oleh sebab itu masalah?masalah yang akan dihadapi anak ketika berinteraksi dalam masyarakat harus difahami agar kita dapat mengupayakan solusinya. Masyarakat yang terdiri dari sekumpulan orang yang mempunyai pemikiran dan perasaan yang sama serta interaksi mereka diatur dengan aturan yang sama, tatkala masing masing memandang betapa pentingnya menjaga suasana kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan generasi maka semua orang akan sepakat memandang mana perkara-perkara yang akan membawa pengaruh positif dan mana yang membawa pengaruh negatif bagi pendidikan generasi. Sedapat mungkin perkara negatif yang akan menjerumuskan anak akan dicegah bersama. Disinilah peran masyarakat sebagai kontrol sosial untuk terwujudnya generasi ideal. Masyarakat yang menjadi lingkungan hidup generasi tidak saja para tetangganya tetapi juga termasuk sekolah dan masyarakat dalam satu negara. Karena itu para tetangga, para pendidik dan juga pemerintah sebagai penyelenggara urusan negara bertanggung jawab dalam proses pendidikan generasi.

Ø  Selain keluarga dan sekolah, partai dan organisasi masyarakat mempunyai peran dalam melahirkan generasi berkualitas pemimpin. Disanalah generasi akan dibina untuk menjadi politikus yang ulung dan tangguh. Oleh sebab itu, partai dan ormas ini juga berperan dalam membina para ibu agar ibu dapat mendidik generasi secara baik dan benar.

Ø  Dari seluruh pihak yang mempunyai tanggungjawab dalam mendidik generasi cerdas, generasi peduli bangsa, tentu negaralah yang mempunyai peran terbesar dan terpenting dalam menjamin berlangsungnya proses pendidikan generasi.

Negara bertanggung jawab mengatur suguhan yang ditayangkan dalam media elektronik dan juga mengatur dan mengawasi penerbitan seluruh media cetak. Negara berkewajiban menindak perilaku penyimpangan yang berdampak buruk pada masyarakat dll. Negara sebagai penyelenggara pendidikan generasi yang utama, wajib mencukupi segala sarana untuk memenuhi kebutuhan pendidikan masyarakat secara layak. Atas dasar ini negara wajib menyempurnakan pendidikan bebas biaya bagi seluruh rakyatnya. Kebijakan pendidikan bebas biaya akan membuka peluang yang sebesar-besarnya bagi setiap individu rakyat untuk mengenyam pendidikan, sehingga pendidikan tidak hanya menyentuh kalangan tertentu (yang mampu) saja, dan tidak lagi dijadikan ajang bisnis yang bisa mengurangi mutu pendidikan itu sendiri. Padahal mutu pendidikan sangat mempengaruhi corak generasi yang dihasilkannya.  Negara wajib menyediakan tenaga-tenaga pendidik yang handal.

2. PENDIDIKAN DASAR

Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan awal selama 9 (sembilan) tahun pertama masa sekolah anak-anak yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Pendidikan dasar adalah satu tahap penting dalam jenjang pendidikan anak. Dari sinilah awal yang menentukan perkembangan pendidikan anak selanjutnya. Sekolah gratis lewat Dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah), menjadi kabar gembira khususnya bagi masyarakat miskin. Dana BOS bertujuan membantu anak-anak yang kurang mampu atau miskin agar dapat sekolah dengan gratis, alias tidak bayar uang sekolah dan setidaknya dapat mengenyam pendidikan dasar selama 9 tahun.

3. PENDIDIKAN MENENGAH

Pendidikan menengah merupakan jenjang pendidikan lanjutan pendidikan dasar. yang harus dilaksanakan minimal 9 tahun

4. PENDIDIKAN TINGGI

Pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, doktor, dan spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Mata pelajaran pada perguruan tinggi merupakan penjurusan dari SMA, akan tetapi semestinya tidak boleh terlepas dari pelajaran SMA.
D.   Filosofi Pendidikan
Pendidikan dalam artian yang lebih filosofis berbeda dengan kegiatan pengajaran. Secara sederhana, pendidikan bisa berarti usaha memaknai dan mewujudkan untuk mencapai potensi terbaik  kehidupan manusia. Pendidikan lahir dan berkembang secara alami dalam budaya hidup manusia . Kebersamaan mahasiswa dalam kemegahan kampus Universitas Gundarma, sebagai lingkungan pendidikan, berpotensi dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan menjadi agen budaya. Pendidikan dilahirkan oleh semangat  meningkatkan kualitas hidup. Dalam sejarah budaya kegiatan pendidikan mulai terlembaga kan melalui Academia pertama kali dibentuk oleh Plato (abad 2 SM), dilanjutkan Lycheum oleh Arsistoteles (abad 1 SM) Perguan tinggi besar pertama diselenggarakan di Maroko abad 10, dan Al-Azhar Mesir abad 11. Tradisi Universitas berkembang di Eropa tahun 1300an. Ketika dunia terus berputar dan keseharian tetap berlangsung, manusia tetap mewarnai kemapanan-kemapanan yang sedang terjadi melalui pencapaian pendidikan. Semua terdapat dalam perkembangan zaman. Sebagai sesuatu yang identik dengan karakteristik manusia.
Mengenai keberlangsungan pendidikan, saat ini sering muncul perdebatan mengenai proses dan hasilnya. Dua hal tersebut adalah hal yang sama pentingnya. Praktek perguruan tinggi sekarang sering dianggap hanya transfer ilmu dan transfer teknologi. Ini berarti, pendidikan hanya berjalan dalam aspek kognitif dan psikomotorik peserta didik. Kemudian, masalah yang muncul pendidikan hanya terasa sebagi beban dan tidak inspiratif. Agar terdapat kesadaran tentang apa yang dipelajari dan dapat terbangun dalam pemahaman, kegiatan pendidikan harus dimulai secara afektif. Inilah yang membuat alumni pendidikan menjadi berkarakter. Banyak filsuf yang fokus membahas pendidikan. Freire  misalnya, ia mendefinisikan pendidikan sebagai usaha memanusiakan manusia. Pendidikan membuat seorang manusia memiliki kemampuan kritisan  dan kemampuan untuk memahami apa yang ada dalam realitas. Berbeda dengan Freire, Dewey  mengannggap pendidikan sebagai proses Transformasi Sosial ke arah yang lebih baik. Pendidikan menurutnya bukanlah tujuan, melainkan perkembangan tanpa akhir, seperti hidup itu sendiri. Pendidikan menurutnya tidak berbicara mengenai angka, melainkan nilai.
Di kampus, keinginan berkontribusi sama halnya dengan keinginan-keinganan lain. Dalam hal ini, Asumsi yang dipakai adalah kita berkumpul disini dengan keinginan tertentu. Jika dirasa sebagai pilihan, tentu mungkin adanya penolakan terhadap aktifitas kampus, termasuk karena ingin berkontribusi diluar kampus.  Kita telah terbiasa dengan permintaan daya tawar organisasi (baca: doping), yang sangat mengesankan berkegiatan untuk pamrih. Kita tidak menganggapnya sebagai kegiatan yang bercita-cita. Mahasiswa belajar untuk berpandangan jauh kedepan dan mencoba untuk mengajukan sesuatu. Menjadi ’organis’ dalam artian peka pada hal yang terlihat (terjadi) dan menyikapinya secara sehat. Dalam hal ini,mahasiswa adalah intelektual, yang mempertanyakan segala kemapanan yang ada dan mau menguji pengetahuan/ keyakinan yang dipahami. Apa yang perlu dipikirkan selanjutnya mengenai pemikiran seperti ini.
Kita adalah masyarakat kampus, insan akademis, dalam perguruan tinggi yang bertujuan mengembangkan ilmu pengetahuan. Untuk kehidupan yang lebih baik tentunya. Kita sering dirancukan dengan keprofesian dan ilmu pengetahuan. Sekolah praktis menjadi penyedia tenaga kerja bagi kebutuhan industri. Dengan itu kita harus mengakui tidak peka akan adanya catatan sejarah. Bentuk-bentuk keprofesian selalu berkembang, dan sayangnya harus kita akui peran kita adalah sebagai pengekor. Perkembangan budaya hidup manusia telah mengalami banyak perkembangan, mulai kehidupan sosial dengan agama sebagai sentral, agraris, industri sederhana, industri mesin berat, hingga komputerisasi.
Selain sejarah kemajuan peradaban masa lalu, boleh dibilang, kita tidak pernah menjadi yang terdepan. Ironisnya kita bahkan lupa untuk menggali kejayaan masa lalu yang pernah kita capai. Pertimbangan-pertimbangan baru bermunculan mengenai kemungkinan adanya perubahan kegiatan industri. Misalnya melalui analisa dampak lingkungan, dampak sosial terhadap hadirnya sebuah produk, pertimbangan kesiapan masa mendatang, dan lain sebagainya.  Dalam era energi baru dan komputerisasi teknologi industri saat ini, entah bangsa mana yang akan mengajukan sesuatu yang akhirnya menciptakan bentuk-bentuk keprofesian. Bangsa kita seperti telah lupa sedang berdiri dimana, apa yang telah dibangun, dan akan menuju kemana. Semoga ini adalah sebuah pengungkapan yang berlebihan dan kenyataannya memang tidak seserius ini. Tapi yang pasti, sekolah seharusnya memberikan hubungan yang dialogis dengan pihak industri mengenai bagaimana kegiatan industri harus berjalan dan bentuk-bentuk keprofesian yang mengikutinya. Sebuah fenomena menggambarkan sebuah realitas yang ada, dan kita diminta untuk kritis dalam memahaminya. Dengan segala status keobjektifan dan keilmiahan yang ada pada kita, kita diminta berkapasitas untuk kekritisan tersebut. Akal sehat kita tentu tidak hanya dipakai di ruangan kelas. Akan ada diskusi panjang dalam membahas apa yang terjadi. Sebuah pemikiran dalam kepala akan menjadi diskursus yang pelik yang tak bisa lepas dan terbatasi oleh perangkat hidup manusia saat ini: bahasa. Setidaknya terhasil kebersamaan hidup dalam sebuah kebingungan yang tidak terpedulikan. Banyak orang menyebutnya “dalam prinsip hitam dan putih, kita hidup dalam dunia serba abu-abu”. Dan tak ada yang lebih diperlukan selain kesadaran, perhatian penuh, dan tentunya sikap taat asas. Kita tentu tidak ingin dan menjadi bagian dari  fenomena tragedy of common yang merupakan kemungkinan kondisi terburuk sebuah sistem. Seorang terpelajar seharusnya mampu menjadi agen budaya dalam mewujudkan kehidupan yang lebih baik, terukur, dan berkelanjutan.
Sebuah generasi kritis yang menolak nilai lama yang terasa buruk, dan mampu mengajukan nilai baru yang lebih progresif.  Seperti yang dicita-citakan pendidikan: mewujudkan kehidupan manusia yang lebih indah dan bermartabat.  Dalam paradigma kemiskinan misalnya, kita tentu tidak akan menganggap kemiskinan bukanlah gejala perubahan masyarakat dalam data-data dengan parameter tertentu. Manusia memiliki kehidupan yang dengannya perlu penjaminan HAM. Pencapaiannya bukanlah berkurangnya angka kemiskinan, melainkan terpenuhinya kebutuhan fisik dan mental setiap orang sehingga mampu produktif dan mewujudkan hidup yang bermartabat dan saling mengisi. Ketika kita tidak yakin akan terselesaikannya sebuah masalah dengan baik, maka berpartisipasilah. Pendidikan dalam kemahasiswaan sendiri meliputi: Educate - Organize – Tranform. Berbagai bentuk aktifitas mahasiswa didefinisikan kedalam tiga hal tersebut. Terdapat proses bolak balik diantara ketiganya. Dimana pendidikan tidak hanya pelajaran teoritis dan tuntunan praktis dalam mengolah skill, tetapi juga ketika mengolah kebersamaan (organize) dan juga mengajukan sesuatu (transform).
E.   Peran Pendidikan

1          Peran Pendidikan dalam Pembangunan
Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia unuk pembangunan. Derap langkah pembangunan selalu diupayakan seirama dengan tuntutan zaman. Perkembangan zaman selalu memunculkan persoalan-persoalan baru yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.
Apa jadinya bila pembangunan di Indonesia tidak dibarengi dengan pembangunan di bidang pendidikan? Walaupun pembangunan fisiknya baik, tetapi apa gunanya bila moral bangsa terpuruk. Jika hal tersebut terjadi, bidang ekonomi akan bermasalah, karena tiap orang akan korupsi. Sehingga lambat laun akan datang hari dimana negara dan bangsa ini hancur. Oleh karena itu, untuk pencegahannya, pendidikan harus dijadikan salah satu prioritas dalam pembangunan negeri ini.


2      Peran Pendidikan Dalam Era Globalisasi

Sebagai suatu entitas yang terkait dalam budaya dan peradaban manusia, pendidikan di berbagai belahan dunia mengalami perubahan sangat mendasar dalam era globalisasi. Ada banyak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bisa dinikmati umat manusia. Namun sebaliknya,kemajuan tersebut juga beriringan dengan kesengsaraan banyak anak manusia, apalagi dalam era globalisasi sekarang ini.
Pendidikan sudah menjadi komoditas yang makin menarik. Suatu fenomena menarik dalam hal pembiayaan pendidikan menunjukkan gejala industrialisasi sekolah. Bahkan beberapa sekolah mahal didirikan dan dikaitkan dengan pengembangan suatu kompleks perumahan elite. Sekolah-sekolah nasional plus di kota-kota besar di Indonesia dimiliki oleh pebisnis tingkat nasional dan didirikan dengan mengandalkan jaringan multinasional berupa adopsi kurikulum dan staf pengajar asing.

Otonomi pendidikan tinggi membawa implikasi hak dan kewajiban perguruan tinggi negeri dan swasta untuk mengatur pengelolaannya sendiri termasuk mencari sumber-sumber pendapatan untuk menghidupi diri. Konsekuensi logis dari otonomi kampus, saat ini perguruan tinggi seakan berlomba membuka program baru atau menjalankan strategi penjaringan mahasiswa baru untuk mendatangkan dana. Perdebatan antara anti-otonomi dan pro-otonomi perguruan tinggi tidak akan berkesudahan dan mencapai titiktemu.
Berkurangnya tanggung jawab pemerintah dalam pembiayaan pendidikan mengarah pada gejala privatisasi pendidikan. Dikotomi sekolah negeri dan swasta menjadi kabur dan persaingan antarsekolah akan makin seru. Akibat langsung dari privatisasi pendidikan adalah segregasi siswa berdasarkan status sosio-ekonomi. Atau, kalaupun fenomena itu sudah terjadi di beberapa kota, pemisahan antara siswa dari keluarga miskin dan kaya akan makin jelas dan kukuh.
Siswa-siswa dari keluarga miskin tidak akan mampu menanggung biaya yang makin mencekik sehingga mereka akan terpaksa mencari dan terkonsentrasi di sekolah-sekolah yang minimalis (baca: miskin) Sementara itu, siswa-siswa dari kelas menengah dan atas bebas memilih sekolah dengan sarana dan prasarana yang memadai. Selanjutnya, karena sekolah-sekolah ini mendapatkan iuran pendidikan yang memadai dari siswa, sekolah-sekolah ini juga akan mempunyai lebih banyak keleluasaan untuk makin membenahi diri dan meningkatkan mutu pendidikan. Jadi, sekolah yang sudah baik akan menjadi (atau mempunyai kesempatan) untuk menjadi lebih baik. Sebaliknya, sekolah yang miskin akan makin terperosok dalam kebangkrutan.
Dalam dinamika globalisasi, anak-anak bangsa tercecer dalam berbagai sekolah yang beragam menurut latar belakang sosioekonomi yang berbeda. Negara belum mampu memberikan kesempatan yang adil bagi semua anak bangsa untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu. Sampai saat ini, belum tampak adanya pembenahan yang signifikan dan terpadu untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, dari tingkat pendidikan dasar sampai dengan tingkat pendidikan tinggi. Muncul pertanyaan besar: Ke mana arah pendidikan di Indonesia ?
Pendidikan dimaksudkan sebagai mempersiapkan anak-anak bangsa untuk menghadapi masa depan dan menjadikan bangsa ini bermartabat di antara bangsa-bangsa lain di dunia. Masa depan yang selalu berkembang menuntut pendidikan untuk selalu menyesuaikan diri dan menjadi lokomotif dari proses demokratisasi dan pembangunan bangsa. Pendidikan membentuk masa depan bangsa. Akan tetapi, pendidikan yang masih menjadi budak sistem politik masa kini telah kehilangan jiwa dan kekuatan untuk memastikan reformasi bangsa sudah berjalan sesuai dengan tujuan dan berada pada rel yang tepat.
Dalam konteks globalisasi, pendidikan di Indonesia perlu membiasakan anak-anak untuk memahami eksistensi bangsa dalam kaitan dengan eksistensi bangsa-bangsa lain dan segala persoalan dunia.
Pendidikan nasional perlu mempertimbangkan bukan hanya {state building] dan {nation building] melainkan juga {capacity building.] Birokrasi pendidikan di tingkat nasional perlu fokus pada kebijakan yang strategis dan visioner serta tidak terjebak untuk melakukan tindakan instrumental dan teknis seperti UAN/UNAS. Dengan kebijakan otonomi daerah, setiap kabupaten perlu difasilitasi untuk mengembangkan pendidikan berbasis masyarakat namun bermutu tinggi. Pendidikan berbasis masyarakat ini diharapkan bisa menjadi lahan persemaian bagi anak-anak dari berbagai latar belakang untuk mengenali berbagai persoalan dan sumber daya dalam masyarakat serta terus mencari upaya-upaya untuk mengubah masyarakat menjadi lebih baik.
Globalisasi ekonomi dan era informasi mendorong industri menggunakan sumber daya manusia lulusan perguruan tinggi yang kompeten dan memiliki jiwa kewirausahaan. Akan tetapi tidak setiap lulusan perguruan tinggi memiliki jiwa kewirausahaan seperti yang diinginkan oleh lapangan kerja tersebut. Kenyataan menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil lulusan perguruan tinggi yang memiliki jiwa kewirausahaan. Di sisi lain, krisis ekonomi menyebabkan jumlah lapangan kerja tidak tumbuh, dan bahkan berkurang karena bangkrut. Dalam kondisi seperti ini, maka lulusan perguruan tinggi dituntut untuk tidak hanya mampu berperan sebagai pencari kerja tetapi juga harus mampu berperan sebagai pencipta kerja. Keduanya memerlukan jiwa kewirausahaan.
Oleh karena itu, agar perguruan tinggi mampu memenuhi tuntutan tersebut, berbagai inovasi diperlukan diantaranya adalah inovasi pembelajaran dalam membangun generasi technopreneurship di era informasi sekarang ini. Ada suatu pendapat bahwa, saat ini sebagian besar lulusan perguruan tinggi di Indonesia masih lemah jiwa kewirausahaannya. Sedangkan sebagian kecil yang telah memiliki jiwa kewirausahaan, umumnya karena berasal dari keluarga pengusaha atau dagang. Dalam kenyataan menunjukkan bahwa kewirausahaan adalah merupakan jiwa yang bisa dipelajari dan diajarkan. Seseorang yang memiliki jiwa kewirausahaan umumnya memiliki potensi menjadi pengusaha tetapi bukan jaminan menjadi pengusaha, dan pengusaha umumnya memiliki jiwa kewirausahaan. Proses pembelajaran yang merupakan inkubator bisnis berbasis teknologi ini dirancang sebagai usaha untuk mensinergikan teori (20%) dan Praktek (80%) dari berbagai kompetensi bidang ilmu yang diperoleh dalam bidang teknologi & industri. Inkubator bisnis ini dijadikan sebagai pusat kegiatan pembelajaran dengan atmosfir bisnis yang kondusif serta didukung oleh fasilitas laboratorium yang memadai.
Tujuan implementasi inovasi dari kegiatan inkubator bisnis berbasis teknologi ini adalah menumbuh kembangkan jiwa kewirausahaan bagi mahasiswa sebagai peserta didik. Sedangkan manfaat yang diperoleh bagi institusi adalah tercapainya misi institusi dalam membangun generasi technopreneurship dan meningkatnya relevansi antara dunia pendidikan dengan dunia industri. Sedangkan manfaat bagi mitra kerja adalah terjalinnya kerja sama bisnis dan edukasi. Kerjasama ini dikembangkan dalam bentuk bisnis riil produk sejenis yang memiliki potensi ekonomi pasar yang cukup tinggi.
Proses globalisasi yang sedang terjadi saat ini, menuntut perubahan perekonomian Indonesia dari resourced based ke knowledge based. Resource based yang mengandalkan kekayaan dan keragaman sumber daya alam umumnya menghasilkan komoditi dasar dengan nilai tambah yang kecil. Salah satu kunci penciptaan knowledge based economy adalah adanya technology entrepreneurs atau disingkat techno-preneur yang merintis bisnis baru dengan mengandalkan pada inovasi. Hightech business merupakan contoh klasik bisnis yang dirintis oleh technopreneurs.
Bisnis teknologi dunia saat ini didominasi oleh sektor teknologi informasi, bioteknologi dan material baru serta berbagai pengembangan usaha yang berbasiskan inovasi teknologi. Bisnis teknologi dikembangkan dengan adanya sinergi antara teknopreneur sebagai pengagas bisnis, Perguruan Tinggi dan lembaga penelitian sebagai pusat inovasi teknologi baru, serta perusahaan modal ventura yang memiliki kompetensi dalam pendanaan. jumlah usaha kecil menengah berbasis teknologi (UKMT) di Indonesia berkembang dengan pesat. Kecenderungan peningkatan ini lebih didorong oleh terbatasnya peluang kerja di industri-industri besar karena pengaruh krisis ekonomi dan mulai munculnya technopreneurship di kalangan lulusan pendidikan tinggi teknik.
Dalam menghadapi era globalisasi, persaingan akan semakin ketat, sehingga sangat dibutuhkan kebijakan-kebijakan dan aktivitas-aktivitas secara langsung yang dapat meningkatkan daya saing UKMT di kemudian hari. Kesulitan dan hambatan pada UKMT di Indonesia dalam mengembangkan usahanya adalah lemahnya jalur pemasaran, dukungan teknologi dan terbatasnya permodalan. Terlebih lagi, bagi pengusaha pemula, masalah ini akan terlihat lebih besar dan menjadi kendala cukup besar dalam mengembangkan usahanya.
Sampai saat ini belum banyak institusi pemerintah maupun swasta yang dapat memberikan dukungan secara langsung untuk pengembangan UKMT khususnya bagi pengusaha pemula. Sehingga sangat dibutuhkan suatu wadah yang dapat memberikan dukungan langsung berupa fasilitas-fasilitas yang dapat membantu UKMT khususnya membantu pengusaha pemula dalam melaksanakan dan mengembangkan usahanya.
Dalam rangka turut serta membantu dan mendukung secara langsung kegiatan UKMT khususnya kegiatan pengusaha pemula, maka dipandang sangat perlu untuk dapat membangun suatu wadah yang memiliki fasilitas yang dapat mendukung secara langsung kegiatan operasional, promosi, pemasaran, konsultasi teknologi produksi, investasi dan permodalan. Dengan adanya fasilitas-fasilitas tersebut, diharapkan UKMT khususnya pengusaha pemula di Indonesia dapat mengembangkan usahanya lebih cepat dan terarah. Menatap masa depan berarti mempersiapkan generasi muda yang memiliki kecintaan terhadap pembelajaran dan merupakan terapi kesehatan jiwa bagi anak bangsa, semoga munculnya generasi technopreneurship dapat memberikan solusi atas permasalahan jumlah pengangguran intelektual yang ada saat ini. Selain itu juga bisa menjadi arena untuk meningkatkan kualitas SDM dalam penguasaan IPTEK, sehingga kita bisa mempersiapkan tenaga handal ditengah kompetisi global.
Read More...
separador

Followers